A.
MONOPOLI
1.
Definisi
Monopoli
Menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 2009 bahwa:
“Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha”.
Dalam
ketentuan tersebut, terdapat tiga unsur pokok dalam konsep monopoli. Yakni:
a.
Pelaku
usaha
Pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia.
b.
Penguasaan
pasar
Penguasaan
adalah pemusatan kekuatan ekonomi yang nyata atas suatu pasar bersangkutan atau satu atau lebih pelaku usaha, sehingga
dapat menentukan harga barang atau jasa.
c.
Objek
penguasaan pasar
Objek
penguasaan pasar dengan posisi dominan oleh pelaku usaha meliputi produksi
barang tertentu, pemasaran barang tertentu, produksi dan pemasaean barang
tertentu, penggunaan jasa tertentu, produksi barang dan pemasaran barang dan
penggunaan jasa tertentu.
2.
Larangan
Praktik Monopoli
Praktik
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Oleh karena itu praktik
monopoli diatur oleh Undang – undang No. 5 Tahun 1999.
B.
PERJANJIAN
DILARANG DAN DIKECUALIKAN
1.
Perjanjian
yang Dilarang
Beberapa
perjanjian tertentu dilarang oleh undang-undang karena dapat menimbulkan
praktik monopoli dan berdampak tidak baik untuk persaingan pasar. Yakni
perjanjian sebagai berikut:
a. Oligopoli;
b. Penetapan
harga;
c. Pembagian
wilayah;
d. Pemboikotan;
e. Kartel;
f. Trust;
g. Oligopsoni;
h. Integrasi
vertikal;
i.
Perjanjian tertutup; dan
j.
Perjanjian dengan pihak luar negeri.
2.
Perjanjian
yang Dikecualikan
Perjanjian
yang dikecualikan adalah perjanjian yang tidak dilarang oleh undang-undang anti
monopoli. Perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Perjanjian
yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Perjanjian
yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual dan perjanjian yang berkaitan
dengan waralaba.
c.
Perjanjian
penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan
atau menghalangi persaingan.
d.
Perjanjian
dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali
barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan.
e.
Perjanjian
karna sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat
luas.
f.
Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia.
g.
Perjanjian
yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan
pasar dalam negeri.
C.
MONOPOLI,
KAITANNYA DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Praktik
Monopoli Tidak Dilarang
Dalam
Pasal 50 huruf (b) ditetukan:
“Yang
dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan
dengan Hak Kekayaan Intelektual, seperti lisensi paten, Merek Dagang, Hak
Cipta, Desain Industri, Rangkaian Elektronik Terpadu, dan Rahasia Dagang, serta
perjanjian yang berkaitan dengan Waralaba (Franchise)”
Undang-undang bidang Hak Kekayaan
Intelektual mengatur bahwa pemilik Hak Kekayaan Intelektual mempunyai hak
eksklusif, yaitu hak menggunakan secara bebas kekayaan intelektualnya, baik
melalui usaha sendiri maupun dengan memberikan lisensi pada pihak lain utntuk
ikut memetik manfaat ekonomi atas hak kekayaan intelektualnya itu.
2.
Alasan
Praktik Monopoli Tidak Dilarang
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak
pribadi seorang pencipta atau inventor, yang diberikan oleh negara, yang patut
dihargai dan dilindungi hukum agar dapat didorong terus pengembangannya, dan
menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan industri. Apabila larangan monopoli
diberlakukan terhadap Hak Kekayaan Intelektual, dikhawatirkan tidak ada
kebebasan lagi pemiliknya untuk memanfaatkan haknya sendiri. Akibatnya, dapat
menghambat timbulnya ciptaan atau invensi baru dan dapat pula menghambat
kemajuan negeri.
D.
PERSAINGAN
TIDAK SEHAT
1.
Definisi
Persaingan
Persaingan adalah bebearapa orang
pengusaha dalam bidang usaha yang sama (sejenis), bersama-sama menjalankan
perusahaan, dalam daerah pemasaran yang sama, masing-masing pengusaha berusaha
keras melebihi yang lain untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
(purwosutjipto, 1985).
2.
Persaingan
Usaha Tidak Sehat
Persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemsaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
no.5 Tahun 1999). Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisah dari
kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam mencapai tujuannya, yaitu
memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan menguasai pasar untuk mengungguli
perusahaan lain serta menjaga laba tersebut.
E.
PERSAINGAN
TIDAK SEHAT, KAITANNYA DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
1.
Penggunaan
Paten Tanpa Persetujuan Pemegang Paten
Persaingan usaha tidak sehat dapat
dilakukan dengan cara menggunakan paten tanpa persetujuan pemilik paten. Persaingan usaha tidak sehat bertujuan
memperoleh keuntungan secara tidak halal. Larangan ini tercantum dalam Pasal 16 Undang-Undang
No.14 Tahun 2001.
2.
Penempelan
Merek Dagang Orang Lain pada Barang Dagangan
Penempelan merk dagang orang lain
dilakukan oleh pelaku usaha pesaing pada barang yang diperdagangkannya sehingga
barang yang diperdagangkan itu terkesan seolah-olah barang produk asli dari
perusahaan pemilik merk dagang yang bersangkutan. Dalam hal ini,barang adalah
produk sendiri dari pelaku usaha pesaing,merk dagang yang ditempelkan pada
barang tersebut adalah hasil peniruan terhadap merk dagang dari pemilik asli.
3.
Penggunaan
Merek Sama Pokoknya atau Keseluruhannya
Menurut ketentuan Pasal 76 Undang-Undang
No.15 Tahun 2001:
“Pemilik
merk terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa
hak menggunakan merk yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti kerugian dan/ atau
penggunaan merk tersebut. Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan niaga.”
Selanjutnya,
Pasal 77 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menentukan:
“Gugatan
atas pelanggaran merek sebagai mana dimaksud dalam Pasal 76 dapat pula diajukan
oleh penerima lisensi merek terdaftar, baik secara sendiri atau bersama-sama
dengan pemilik merek yang bersangkutan”.
4.
Pengungkapan
Rahasia Dagang
Pengungkapan atau pembocoran rahasia
dagang termasuk juga persaingan usaha tidak sehat yang dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum bidang Hak Kekayaan Intelektual yang diatur dalam
Undang-Undang No.30 Tahun 2000 tentang rahasia dagang. Dalam Pasal 4 huruf b
Undang-Undang N0. 30 ditentukan:
“Pemilik
rahasia dagang memiliki untuk memberikan lisensi kepada atau melarang pihak
lain menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada
pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial”.
F.
PERSAINGAN
TIDAK SEHAT DILARANG PADA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Apabila praktik monopoli dibolehkan pada
penggunaan hak kekayaan intelektual, sebaiknya persaingan usaha tidak sehat
dilarang pada penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, dengan alas an-alasan
sebagai berikut:
1. Persaingan
usaha tidak sehat termasuk perbatan melawan hukum yang dilarang undang-undang
dan ketertiban umum (forbidden by law and
order);
2. Persaingan
usaha tidak sehat melanggar hak ekslusif atas kekayaan intelektual yang
diberikan oleh Negara kepada pencipta atau Inventor yang difatnya merugikan
kepentingan pemegang hak atau merugikan masyarakat (harms to right holder and public interest);
3. Persaingan
usaha tidak sehat dapat mengurangi bahkan menghentikan penciptaan atau invensi
baru (reducer or stop the new works anda
invention) Hak Kekayaan Intelektual, yang berarti mengahambat perkembangan
industry (prevention for industrial
development);
Persaingan usaha
tidak sehat merupakan symbol atau atribut kemerosotan moral (moral decline) atau itikad jahat (bad faith) pelaku usaha.