Minggu, 26 Mei 2013

RUANG LINGKUP MASALAH ETIKA



A.    ARTI DAN PEMBAHASAN ISTILAH ETIKA
Istilah etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan, atau adat. Etika adalah refleksi dari self control karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Etika disebut juga filsafat moral, yaitu cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia.
 Dalam bahasa yunani kuno, berarti ethikos yang mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, cenderung, dan sikap yang mengandung analisis konsep-konsep, seperti harus, mesti, benar-salah,, mengandung pencarian ke dalam watak moealitas atau tindakan-tindakan moral, serta mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral.
Dalam bahasa yunani kuno, etika berarti ethos.Dalam bentuk tunggal, ethos mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak perasaan, sikap, dan cara berpikir.Adapun dalam bentuk jamak (ta etha), artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal usul kata ini, “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.8 Arti inilih yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang digunakan oleh Aristoteles (384-322SM) untuk menunjukkan filsafat moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahasa moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.
Apabila didasarkan pada kaidah Islam, etika adalah bagian dari akhlak manusia karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku yang bersifat lahiriah semata, tetapi mencakup hal-hal yang lebih kompleks, yaitu tentang akidah, ibadah dan syariat.
Etika mencakup etika deskriptif, normatif dan metaetika.
1.      Etika Deskriptif
      Yakni etika yang melihat secara kritis dan rasional sikap dan perilaku dan tujuan hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai.
2.      Etika Normatif
Yakni etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku ideal yang harus dimiliki manusia sebagai sesuatu yang bernilai.
3.      Metaetika
Yakni studi tentang etika normative yang bergerak lebih tinggi daripada perilaku etis.

B.     ETIKA DAN KEHIDUPAN MANUSIA
      Etika, sebagai suatu ilmu normative merupakan salah satu disiplin ilmu filsafat yang merefleksikan cara manusia agar berhasil dalam hidupnya sebagai makhluk yang tidak hanya memiliki eksistensi fisik, tetapi juga eksistensi rohani. Untuk mencapai eksistensinya, menurut Hazrat Inayat Khan, terdapat dua fase, yakni fase kebergantungan dan fase kemerdekaan atau kebebasan.
      Etika dimulai pada abad ke-5 SM dengan berbagai madzhab di Yunani, ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwakebaikan adalah pengetahuan. Kemudian, Plato berpendapat bahwa yang baik itu adalah yang dikuasai oleh akal budi, sedangkan yang buruk itu dikuasai oleh keinginan dan hawa nafsu.
      Adapun menurut Aristoteles, untuk mencapai kebahagiaan bukan dengan mengejar nikmat dan menghindari perasaan sakit atau mengharapkan pemenuhan segala keinginan, melainkan melalui tindakan pengaktualisasian dan perealisasian potensi-potensi yang ada dalam diri manusia yang disebut juga pengembangan diri.
      Selain itu, ada juga filsuf Islam karena setiap filsuf pasti membahas etika. Filsuf muslim yang khusus berbicara dalam bidang akhlak  adalah Abu Bakar Muhammad Zakariya Ar-Razi dan Abu Ali Ahmad abn Muhammad ibn Miskawih, yang popular karena karyanya, yang bernama Tahzib Al-Akhlak atau dengan nama Tathir Al- Akhlak (kesucian karakter).

C.    PEMBATASAN MASALAH DALAM ETIKA
      Secara etimologis, menurut Endang Syaiffudin Anshari, etika sama dengan akhlak. Akhlak berarti perbuatan dan ada sangkut pautnya dengan kata-kata Khaliq (pencipta) dan Makhluq (yang diciptakan). Namun ditemukan pula pengertian akhlak berasal dari kata jamak dalam bahasa Arab akhlāq.
      Oleh karena itu, penelitian yang berkaitan dengan etika senantiasa menempatkan penekanan pada batasan konsep etika serta pembenaran dan penilaian terhadap keputusan-keputusan moral, sebagaimana pembedaan benar atau salahya tidakan-tindakan atau kepuusan-keputusan itu. Etika pada umumnya diidentikkan dengan moral. Namun meski sama-sama terkait dalam tindakan manusia, etika dan moral memiliki perbedaan pengertian. Moral lebih condong ke nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia (praktiknya), sedangkan etika berarti ilmu yang mempelajari baik dan buruknya (teorinya).

D.    CIRI-CIRI ETIKA DALAM AL-QURAN
      Menurut Haidar Bagir, ciri-ciri etika dalam Islam adalah sebagai berikut:
1.      Islam berpihak pada teori tentang etika yang bersifat fitri;
2.      Moralitas dalam Islam didasarkan pada keadilan, yaitu menempatkan sesuatu pada porsinya;
3.      Tindakan etis ini sekaligus dipercayai pada puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan bagi pelakunya;
4.      Etika Islam bersumber pada prinsip-prinsip keagamaan. Etika bersama agama erat dengan manusia dan upaya pengaturan kehidupan serta perilakunya.

      Meskipun seseorang sudah memiliki pengertian baik-buruk secara apriori, bukan berarti telah mengetahuinya secara mutlak. Pengertiannya masih beersifat relative; dan hal itu akan lebih jelas baginya apabila disinari oleh wahyu ketuhanan. Etika agama lebih jauh bias dipertanggungjawabkan kebenarannya dibandingkan dengan etika kemanusiaan manapun.

E.     POSISI ETIKA DALAM AL-QURAN
      Pengertian baik-buruk tidak dilallui oleh pengalaman, tetapi sejak ada ketika pertama kali roh ditiupkan, sebagaimana firman Allah,
      Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepada (jalan) kejahatan dan ketakwaannya.
Dalam tata nilai ketuhanan (Islam), setiap perilakuIslam sangat menekankan kepada orientasi niat yang kuat dan penyadaran ibadah pada konsep Lillahi Ta’ala. Pendasaran pada setiap perilaku perilaku manusia, mengandung tuntutan kesadaran, bukan paksaan. Perilaku inilah yang bias dikatakan mempunyai nilai.
Islam mengajarkan bahwa seorang muslim yang beramal kebajikan, tetapi tujuannya bukan Lillahi Ta’ala tidak diterima amalnya, sebagaimana firman Allah SWT.,
Sesungguhnya Kami menurunkan  Kitab (Al-Quran) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran . Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas neragama kepada-Nya”.

F.     OBJEK KAJIAN ETIKA
      Perbuatan yang dapat ditinjau  dari sudut suasana batin memiliki dua subjek:
1.      Perbuatan oleh diri sendiri, yaitu tindakan yang dilakukan oleh diri sendiri dalam situasi bebas. Terbagi dua:
a.       Perbuatan sadar, adalah tindakan yang benar-benar dipilih oleh pelakunya beerdasar pada kemauan sendiri.
b.      Perbuatan tidak sadar, adalah tindakan yang terjadi begitu saja di luar kontrol sukma, namun terjadi bukan karena paksaan.
2.      Perbuatan oleh orang lain, yaitu tindakan yang dilakukan karena pengaruh orang lain tergantung berbagai alasan yang dianggap perlu oleh si pelakunya.

G.    KEDUDUKAN ILMU ANTARA ETIKA DAN AGAMA
      Secara umum, ilmu berarti segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Dengan kata lain, ilmu merupakan bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari bidang-bidang kajian tertentu. Objek ilmu meliputi objek materiil dan formal. Objek materiil adalah sesuatu yang dijasikan sasaran penyidikan sedangkan objek formal adalah cara pandang tertentu tentang objek materiil tersebut.
1.      Antara Etika dan Ilmu
      Etika dalam konteks ilmu adalah nilai (value). Dalam perkembangannya, ilmu sering menggunakan metode trial and error, dan dari sinilah sering timbul permasalahan eksistensi ilmu ketika epksperimentasi ternyata sering menimbulkan fatal error sehingga tntutan etika sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangan ilmu. Ada empat klaster domain etika yang sangat dibutuhkan dalam eksperimen dan pengembangan ilmu. Yakni:
a.        Temuan basic research;
b.      Temuan rekayasa teknologi;
c.       Dampak sosial pengembangan teknologi; dan
d.      Rekayasa sosial
      Etika akan membawa kepada perkembangan ilmu untuk menciptakan suatu peradaban yang baik, bukan menciptakan malapetaka dan kehancuran. Siapa yang ingin menguasai alam semesta, maka dia harus menguasai ilmu. Akan tetapi jika manusia menguasai alam dan memperlakukannya tanpa memperhitungkan norma-norma etis, banyak sekali terjadi kerusakan lingkungan hidup yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan hidup manusia karena hubungan manusia dan alam tidak bersifat intrinsic kosmologis, tetapi juga etis-epistemologis.

2.      Ilmu dalam Pandangan Religius
      Ilmu adalah pengendali dari peradaban. Namun keterbatasan akal manusia dalam eksperimentasi ilmu pengetahuan sering berdasarkan trial and error. Oleh karena itu, etika etika selalu dibutuhkan untuk menjaga kenetralan ilmu. Akan lebih sempurna, jika ilmu dilaksanakan dengan pertimbangan etika diperkuat oleh nilai-nilai religiusitas. Karena kebenaran ilmu adalah kebenaran ilmiah yang temporal, sedangkan agama adalah  kebenaran absolut.

H.    ETIKA DAN PROFESI
1.      Etika
      Bagi etika, baik-buruknya, tercela-tidaknya, perbuatan itu diukur dengan tujuan hukum, yaitu ketertiban masyarakat. Bagi hukum, problematikanya adalah ditaati atau dilanggar-tidaknya kaidah hukum. Hukum menuntut legalitas artinya yang dituntut adalah pelaksanaan atau penataan kaidah hukum semata. Sebaliknya, etika lebih mengandalkan itikad baik dan kesadaran moral pada pelakunya. Oleh karena itu etika menuntut moralitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah perbuatan yang didorong oleh rasawajib dan tanggung jawab.

2.      Profesi
      Profesi adalah pekerjaan pelayanan yang dilandasi oleh persiapan atau pendidikan khusus yang formal dan landasan kerja yang ideal serta didukung oleh cita-cita etis masyarakat. Ciri-ciri profesi adalah merupakan pekerjaan pelayanan, yang didahului dengan persiapan atau pendidikan formal, keanggotaannya tetap dan mempunyai cita-cita etis masyarakat.
      Dalam praktik, pelaksanaan profesi cenderung berkembang kea rah mencari keuntungan  sehingga kesadaran hukum dan kepedulian sosial menurun. Profesi hukum harus berlandaskan etik. Kode etik profesi hukum yang bersifat umum memang tidak ada karena profesi hukum sangat bervariasi yang menyababkan profesi hukum memiliki kode etik masing-masing.

Dikutip dari buku: M. Nuh, Etika Profesi Hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar